HUKUM ADI ADAT DALAM AGAMA ISLAM
Hukum 'Adi (Adat) artinya hukum penetapan sesuatu bagi sesuatu yang lain, atau peniadaan (penafian) sesuatu karena sesuatu yang lain secara berulang-ulang. Demikian juga apabila terjadi perlawanan atau saling impak menghipnotis, maka hal itu juga dipercaya sah.
Berdasarkan pengertian ini, maka aturan istiadat dibagi sebagai empat bagian, yaitu:
1. Pertalian antara adanya sesuatu menggunakan adanya sesuatu yg lain. Contohnya, adanya rasa kenyang pada perut karena adanya kuliner pada perut.
2. Pertalian antara tiadanya sesuatu barang menggunakan tiadanya suatu barang yang lain. Contohnya, tiada rasa kenyang pada perut karena tiadanya kuliner pada perut.
3. Pertalian antara adanya sesuatu barang dengan tiadanya sesuatu barang. Misalnya, adanya rasa dingin pada tubuh lantaran tiadanya kain atau baju epilog tubuh.
4. Pertalian antara tiadanya suatu barang dengan adanya suatu barang. Misalnya, nir terbakarnya suatu barang karena adanya air yg menyiramnya.
Kemudian, bila kita sudah mengetahui arti dan makna harus syar'i dan harus aqli, maka akan kita ketahui pula bahwa ternyata keduanya berlainan maksud dan tujuannya. Maka jika dikatakan wakib atas tiap-tiap mukallaf", maksudnya merupakan harus syar'i. Yakni harus dari aturan syara'. Dan apabila dikatakan harus bagi Allah atau wajib bagi Rasul-Nya, maka nir lain maksudnya merupakan wajib aqli.yakni wajib berdasakan hukum akal.
Begitu pula bila dikatakan ja'iz bagi Allah, maka maksudnya artinya ja'iz aqli. Yakni ja'iz bagi akal. Dan jika dikatakan ja'iz mukallaf, maka maksudnya merupakan ja'iz syar'i. Yakni ja'iz menurut hukum syara'.
Berdasarkan pengertian ini, maka aturan istiadat dibagi sebagai empat bagian, yaitu:
1. Pertalian antara adanya sesuatu menggunakan adanya sesuatu yg lain. Contohnya, adanya rasa kenyang pada perut karena adanya kuliner pada perut.
2. Pertalian antara tiadanya sesuatu barang menggunakan tiadanya suatu barang yang lain. Contohnya, tiada rasa kenyang pada perut karena tiadanya kuliner pada perut.
3. Pertalian antara adanya sesuatu barang dengan tiadanya sesuatu barang. Misalnya, adanya rasa dingin pada tubuh lantaran tiadanya kain atau baju epilog tubuh.
4. Pertalian antara tiadanya suatu barang dengan adanya suatu barang. Misalnya, nir terbakarnya suatu barang karena adanya air yg menyiramnya.
Kemudian, bila kita sudah mengetahui arti dan makna harus syar'i dan harus aqli, maka akan kita ketahui pula bahwa ternyata keduanya berlainan maksud dan tujuannya. Maka jika dikatakan wakib atas tiap-tiap mukallaf", maksudnya merupakan harus syar'i. Yakni harus dari aturan syara'. Dan apabila dikatakan harus bagi Allah atau wajib bagi Rasul-Nya, maka nir lain maksudnya merupakan wajib aqli.yakni wajib berdasakan hukum akal.
Begitu pula bila dikatakan ja'iz bagi Allah, maka maksudnya artinya ja'iz aqli. Yakni ja'iz bagi akal. Dan jika dikatakan ja'iz mukallaf, maka maksudnya merupakan ja'iz syar'i. Yakni ja'iz menurut hukum syara'.
Sumber : Disarikan berdasarkan kitab Sifat dua Puluh Bahasa Arab Melayu, Al-Habib Usman bin Abdullah bin Yahya !!
0 Response to "HUKUM ADI ADAT DALAM AGAMA ISLAM"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.