-->

KONSEP DAN MODEL PEMBELAJARAN

tulis+buku.jpg
Pendahuluan
Menurut Mills (1989:4), contoh adalah bentuk reprensentasi akurat, menjadi proses aktual yang memungkinkan seorang atau sekelompok orang mencoba bertindak dari contoh itu. Hal itu adalah interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yg diperoleh dari beberapa sistem.
Perumusan contoh memiliki tujuan: (1) memberikan citra kerja sistem buat periode tertentu, dan di dalamnya secara implisit masih ada seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan; (dua) menaruh gambaran tentang kenyataan tertentu menurut diferensiasi ketika atau menghasilkan seperangkat aturan yg bernilai bagi keteraturan sebuah sistem; (3) memproduk model yg mempresentasikan data dan format ringkas menggunakan kompleksitas rendah.
Dengan demikian, suatu contoh dapat ditinjau berdasarkan aspek mana kita memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model pembelajaran pada konteks ini, adalah landasan praktik pembelajaran output penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yg dibuat berdasarkan proses analisis yg diarahkan pada implementasi KTSP serta implikasinya dalam taraf operasional pada pembelajaran.
Model Mengajar
Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu planning atau pola yang digunakan pada menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, serta memberi petunjuk pada guru di dalam kelas pada setting pengajaran. Untuk memutuskan model mengajar yang tepat, adalah suatu pekerjaan yg nir mudah, lantaran memerlukan pemahaman yang mendalam tentang materi yg akan diberikan dan model mengajar yang dikuasai.
Memilih suatu contoh mengajar, wajib pula diadaptasi menggunakan realitas yang terdapat dan situasi kelas yang akan didapatkan dari proses kerjasama yg dilakukan antara pengajar dan peserta didik. Meskipun dalam menentukan contoh mengajar yg cocok itu tidak mudah, namun guru harus memiliki perkiraan, bahwa hanya terdapat contoh mengajar yg sinkron dengan model belajar. Jika guru mengharapkan peserta didiknya menjadi produktif, maka guru wajib membiarkannya dia berkembang sesuai menggunakan gayanya masing-masing. Pengajar hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar peserta didik.
Banyak contoh mengajar yang telah dikembangkan sang para pakar. Pengembangan contoh tadi didasarkan dalam konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat banyaknya model mengajar yg telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan warta (processing information model), model langsung (personal model), model hubungan sosial (social model), serta model konduite (behavior model).
Model mengajar pemrosesan informasi terdiri berdasarkan contoh mengajar yang menyebutkan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yg datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan kasus, membentuk konsep serta rencana pemecahan kasus, dan penggunaan simbol mulut serta non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada grup contoh ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment, Scientific inquiry, Inquiry Tarining.
Model eksklusif berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih menekankan dalam upaya membantu individu pada menciptakan dan mengorganisasikan realita yg unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional siswa. Upaya pedagogi lebih diarahkan dalam menolong peserta didik buat bisa berbagi kemampuannya dalam membuatkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong dalam kelompok contoh mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.
Model Interaksi Sosial mengutamakan dalam interaksi individu menggunakan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang terdapat dilihat menjadi perundingan sosial. Prioritas utama diletakkan dalam kecakapan individu dalam herbi orang lain. Yang tergolong pada grup model mengajar diantaranya: Partner in learning, Structured Inquiry, Group Investigation, Role Playing.
Model mengajar konduite dibangun atas dasar teori yg umum, yaitu kerangka teori konduite. Salah satu cirinya merupakan kesamaan memecahkan tugas belajar pada sejumlah konduite yang mini -kecil serta berurutan serta bisa terukur. Belajar dicermati menjadi sesuatu yg nir menyeluruh, tetapi diuraikan pada langkah-langkah yg konkrit serta bisa diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam konduite siswa, serta perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk pada contoh perilaku ini merupakan: Mastery learning, Direct Instruction, Simulation, Social Learning, Programmed Schedule.
Pergeseran Konsep Pembelajaran
Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran yg ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi, mendorong terjadinya pergeseran konsep pembelajaran. Model mengajar bergeser ke arah contoh belajar. Asumsi pergeseran tersebut, bertolak dari siswa yg diperlukan dapat menaikkan upaya dirinya memperkaya pengetahuan, perilaku serta keterampilan. Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya asal pengetahuan, akan tetapi bagian integral dalam sistem pembelajaran. Berdasarkan teori belajar yg ada, bermuara dalam tiga model utama, yaitu: a) Behaviroisme, b) Kognitivisme, dan c) Konstruktivisme.
a. Pembelajaran Behavirosime
Good et. Al.(1973) menduga Behaviorisme atau tingkah laku bisa diperhatikan dan diukur. Prinsip utama bagi teori ini adalah faktor rangsangan (stimulus), Respon (response) dan penguatan (reinforcement). Teori ini menganggap faktor lingkungan menjadi rangsangan dan respon siswa terhadap rangsangan itu adalah responsnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Thorndike (2001) yg menyatakan bahwa hubungan di antara stimulus dan respon akan diperkuat bila responnya positif diberikan reward yang positif dan tingkah laku nagatif tidak diberi apa-apa (sanksi).
Sebagai model, seorang peserta didik diberikan ganjaran positif sehabis dia menampakan respon positif. Dia akan mengulangi respon tadi setiap kali rangsangan yg serupa ditemui. Hal demikian akan diperoleh dalam pedagogi guru dengan adanya latihan serta ganjaran terhadap sesuatu latihan. Penguatan (reinforcement) yang terbina akan memberi rangsangan agar belajar lebih bersemangat serta bermotivasi tinggi. Peserta didik yang berprestasi memperoleh pengetahuan yang mereka inginkan pada sesuatu sesi pembelajaran, dapat dikatakan mendapat response positif.
b. Pembelajaran Kognitif
Model kognitif berkembang sebagai protes terhadap teori perilaku yang berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi serta pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan lalu menemukan hubungan antara pengetahuan yg baru dengan pengetahuan yg telah terdapat. Model ini menekankan dalam bagaimana warta diproses. Peneliti yg membuatkan kognitif ini merupakan Ausubel, Bruner, serta Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki fokus yang tidak sinkron. Ausubel menekankan dalam apsek pengelolaan (organizer) yg memiliki imbas utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tadi dimaksudkan buat penyiapan struktur kognitif siswa buat pengalaman belajar. Bruner bekerja dalam pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep menjadi suatu jawaban atas bagaimana siswa memperoleh fakta berdasarkan lingkungan. Bruner menyebarkan teorinya tentang perkembangan intelektual, meliputi: (1) enactive, dimana seorang siswa belajar tentang dunia melalui tindakannya dalam objek; (dua) iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan contoh dan gambar; dan (3) symbolic yang mendeskripsikan kapasitas pada berfikir abstrak
Gagne melakukan penelitian pada belajar mengajar sebagai suatu rangkaian pase, menggunakan step-step kognitif: pengkodean (cooding), penyimpanan (storing), perolehan balik (retrieving), dan pemindahan fakta (transferring information). Menurut Bruner (1963) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yg ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu enactif, iconic, dan symbolic. Tahap pertama merupakan termin enaktif, dimana anak didik melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya tahu lingkungan. Tahap kedua merupakan tahap ikonik dimana dia melihat global melalui gambar-gambar serta visualisasi ekspresi.tahap ketiga merupakan tahap simbolik, dimana dia memiliki gagasan-gagasan tak berbentuk yg poly ditentukan bahasa dan nalar dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol.
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme banyak diterapkan pada global pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran, yang mencakup: (1) Peserta didik akan lebih bisa mengingat serta tahu sesuatu jika pelajaran tadi disusun dari pola dan logika eksklusif; (dua) Penyusunan materi pelajaran wajib menurut yang sederhana ke yg rumit. Untuk bisa melakukan tugas menggunakan baik peserta didik wajib lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana; (tiga) Belajar menggunakan memahami lebih baik menurut pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru wajib sinkron menggunakan apa yg sudah diketahui siswa sebelumnya. Tugas pengajar disini adalah menunjukkan interaksi apa yang sudah diketahui sebelumnya; DAN (4) Adanya perbedaan individu dalam murid harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini mencakup kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses serta lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
c. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisime adalah proses pembelajaran yang menampakan bagaimana pengetahuan disusun pada diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah usang dipraktekkan pada proses belajar serta pembelajaran baik di taraf sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, pengajar nir serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan istilah lain, pesera didik wajib menciptakan suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Pembelajaran merupakan output menurut usaha peserta didik itu sendiri. Pola pelatihan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan sang peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik nir akan menghadapi fenomena pada bentuk yg terasing pada lingkungan kurang lebih. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yg beliau bina sendiri. Peserta didik sebenarnya sudah mempunyai satu set idea serta pengalaman yang menciptakan struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.untuk membantu peserta didik pada membina konsep atau pengetahuan baru, pengajar wajib memperkirakan struktur kognitif yg ada dalam mereka. Jika pengetahuan baru telah diadaptasi serta diserap buat dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan menyampaikan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran serta pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau jua menekankan kepentingan keikutsertakan siswa pada pada setiap kegiatan pedagogi serta pembelajaran.
Ditinjau persepektif epistemologi yg disarankan dalam konstruktivisme, maka fungsi pengajar akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pedagogi serta pembelajaran, evaluasi, penelitian serta cara melaksanakan kurikulum. Sebagai model, perspektif ini akan mengubah kaidah pedagogi dan pembelajaran yg menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh menggunakan sempurna apa saja yang disampaikan sang guru, pada kaidah pengajaran serta pembelajaran yg menumpu kepada kemampuan peserta didik pada membina skema pengkonsepan dari pengalaman yg aktif. Ia pula akan mengubah tumpuan penelitian dari training model dari kaca mata guru pada pembelajaran sesuatu konsep dilihat dari kaca mata siswa.
Beberapa aliran pembelajaran konstruktivisme:
§ Piaget
Pembelajaran konstruktivisme berdasarkan pemahaman Piaget, beranggapan bahwa: 1) citra mental seorang didapatkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya, dua) pengetahuan yg diterima sang seorang merupakan proses pelatihan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna menurut luar.
§ Konstrukstivisme personal
pembelajaran berdasarkan konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: 1) Set mental (idea) yg dimiliki peserta didik mempengaruhi panca alat dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan, 2) Input yang diterima peserta didik nir memiliki makna yg tetap, tiga) siswa menyimpan input yg diterima tadi ke pada memorinya, 4) input yang tersimpan pada memori tadi bisa dipakai lagi untuk menguji input lain yang baru diterima, 5) peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yg menjadi keputusannya.
§ Konstrukstivisme sosial
Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan yg dibuat oleh peserta didik, adalah output interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa: a) pengetahuan dibina oleh manusia, 2) pelatihan pengetahuan bersifat sosial dan personal, 3) pembina pengetahuan personal adalah perantara sosial dan pembina pengetahuan sosial merupakan mediator personal, 4) training pengetahuan sosial merupakan output interaksi sosial, serta lima) hubungan sosial dengan yg lain adalah sebagian berdasarkan personal, training sosial, serta pelatihan pengetahuan bawaan.
§ Konstrukstivisme radikal
Konstruktivisme radikal beranggapan bahwa: 1) kebenaran nir diketahui secara mutlak, 2) pengetahuan saintifik hanya dapat diketahui menggunakan menggunakan instrumen yang sempurna, tiga) konsep yang terjadi merupakan hasil yang diperoleh individu setelah melakukan ujicoba buat menggambarkan pengalaman subjektif, 4) konsep akan berkembang dalam upaya penggambaran fungsi efektif tentang pengalaman subjektif.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah: (1) Pembelajaran nir akan berjalan menggunakan baik, bila siswa tidak diberi kesempatan merampungkan perkara menggunakan tingkat pengetahuan yg dimilikinya; (dua) Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki taraf pengetahuan yang tidak sinkron sinkron dengan kemampuannya; (3) Untuk menetapkan (menilai) keputusannya, siswa harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain; (4) Pengajar wajib mengakui bahwa peserta didik membangun dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya.
2. Pengembangan Model Pembelajaran
Berpijak dalam 3 teori belajar misalnya dijelaskan pada atas, maka pada pengembangan contoh pembelajaran wajib selaras menggunakan teori belajar yang dianut. Dengan istilah lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain adalah contoh pembelajaran yg tergolong pada kelompok konduite. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah contoh pembelajaran yg mengarah pada proses pengolahan keterangan. Adapun buat yg menganut teori belajar konstruktivisme, maka contoh pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif serta contoh pembelajaran yang berpusat dalam perkara. Hal ini didasarkan dalam keliru satu prinsip yg dianut sang konstruktivisme, yaitu bahwa setiap murid menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya menggunakan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh pengajar.
a. Pengembangan model pembelajaran behaviorisme.
Sesuai dengan pilosofis yg dianut oleh para ahli behavioris mengenai belajar, yaitu perubahan perilaku yang bisa diukur, maka pada pengembangan model pembelajaran wajib diarahkan dalam proses penciptaan konduite baru yg dapat diukur. Menurut pilosofis behaviorist, belajar terjadi berdasarkan pola berfikir deduktif, dan anak didik belajar secara individu (individual learning). Selain itu, pada proses pemelajarannya lebih terfokus pada pengajar (teacher centered). Model pembelajaran yg dapat dikembangkan antara lain adalah model pembelajaran mastery, model pembelajaran eksklusif, model pembelajaran simulasi, model pembelajaran sosial, serta contoh pembelajaran berprogram. Setiap model tersebut bisa dikembangkan dengan banyak sekali pendekatan dan taktik.
b. Pengembangan model pembelajaran yang menganut teori kognitivisme.
Menurut pandangan kognitivis, belajar bukan hanya sekedar perubahan perilaku yang bisa diukur, melainkan bagaimana pengetahuan tadi diproses. Dengan istilah lain, dari kognitivis belajar bukan hanya sekedar keterkaitan antara stimulus serta respons, melainkan apa yg terjadi didalam fikiran atau mental orang yg belajar. Menurut pandangan kognitivis, seseorang dikatakan belajar bila pada diri individu tersebut terjadi proses pengolahan informasi menurut saat menerima informasi baru, mengolah, menyimpan serta mengulang pulang. Menurut pandangan ini, belajar akan baik jika diseusuaikan menggunakan taraf perkembangan anak didik. Artinya, mengajarkan topik yg sama buat anak dan orang dewasa akan memiliki cara yg tidak sinkron. Dalam proses berfikirnya, bisa menganut pola fikir deduktif, maupun induktif.
c. Pengembangan contoh pembelajaran yg menganut teori konstruktivisme.
Berbeda dengan teori sebelumnya, konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh langsung sang siswa menurut pengalaman dan output hubungan menggunakan lingkungan lebih kurang. Dalam proses pemelajarannya lebih ditekankan pada contoh belajar kolaboratif. Dengan istilah lain, siswa belajar pada gerombolan tidak seperti dalam pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar secara individu. Hal ini didasarkan dalam pemikiran bahwa seorang siswa tidak hanya belajar berdasarkan dirinya sendiri, melainkan juga belajar dari yang lain. Dengan demikian, contoh pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah model pembelajaran yang terpusat pada perkara serta model belajar kolaboratif.
Trend Pembelajaran

Ada beberapa konsep dan metode pembelajaran yang berkembang dewasa ini, dan menjadi isu terkini yang diterapkan diberbagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada antaranya :

1. Quantum Learning
Keberhasilan proses belajar yg dialami sang seseorang, nir terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik yg dari dari luar diri individu maupun yg berasal dari dalam diri individu yg bersangkutan. Faktor yang asal menurut pada diri individu berupa: motivasi, partisipasi, konfirmasi, pengulangan, serta pelaksanaan. Adapun yang asal menurut luar diri individu dapat dari berdasarkan materi ajar, guru, ataupun lingkungan tempat beliau belajar. Proses belajar yg terjadi pada individu yg belajar, erat kaitannya menggunakan struktur otak yg dimilikinya. Berdasarkan belahannya, otak manusia terdiri menurut belahan otak kanan serta belahan otak kiri. Otak kanan mempunyai karakteristik dalam cara berfikir logis, sekuensial, linier, serta rasional. Adapun otak kiri memiliki karakteristik dalam berfikir yang acak, nir teratur, intuitif, serta keseluruhan. Agar pada proses belajar terjadi ekuilibrium, harus diupayakan kerja otak kanan dan otak kiri seimbang.
Quantum learning membangun konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Oleh karena itu, belajar pada konsep quantum learning merupakan memberdayakan semua potensi yg ada, sehingga proses belajar sebagai suatu yg menyenangkan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan.
Quantum learning mengonsep mengenai “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun serta mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset krusial buat belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik juga mental. Target penataannya artinya menciptakan suasana yg menimbulkan ketenangan dan rasa kalem.
Lingkungan makro adalah “global yang luas”. Peserta didik diminta buat menciptakan ruang belajar di warga . Mereka diminta buat memperluas lingkup efek serta kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan warga yang diminatinya. “Semakin murid berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yg menantang dan semakin mudah Anda menyelidiki berita baru”. Setiap murid diminta berhubungan secara aktif serta mendapat rangsangan baru dalam lingkungan warga , supaya mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan langsung.
Pola yang dikembangkan tadi, maka pada setiap individu diperlukan muncul perilaku tanggung jawab terhadap diri, sebagai akibatnya akan terus belajar serta berupaya menggali sesuatu yg baru dan menggunakannya. Kemampuan pada menyerap keterangan selanjutnya dikenal dengan kata modalitas belajar. Adapun kemampuan pada mengatur serta memasak keterangan dikenal menggunakan kata penguasaan otak.
DePorter (2002) mengelompokkan modalitas seseorang menjadi tiga gerombolan yaitu visual, auditorial, dan kinestesik. Dalam proses belajar modalitas tersebut dapat dibantu menggunakan menggunakan suatu indera yang dinamakan media, yakni media pembelajaran. Seseorang yang bertanggung jawab terhadap dirinya, akan sahih-sahih menyadari terhadap modalitas, khususnya modalitas belajar yg dimilikinya.
Komponen modalitas secara teoretis mengandung aspek-aspek seperti yg dikemukakan Gardner (1992) mencakup berbagai cara dilakukan pada membelajarkan diri, mencakup: (1) lisan/linguistik, (2) logical/mathematical, (3) visual/spatial, (4) body/kinesetik, (lima) musical/rhythmic, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, serta ( 8) naturalistik.
2. Quantum Teaching
Mengajar merupakan salah satu tugas seseorang yg menyandang predikat menjadi pengajar. Ada empat kemampuan yang perlu dimiliki seorang pengajar yaitu kemampuan dalam mendiagnosis tingkah laris anak didik, melaksanakan proses pembelajaran, menguasai bahan ajar, serta melakukan evaluasi output belajar.
Mengajar pada hakekatnya merujuk pada kegiatan yg dilakukan sang guru dalam rangka menciptkan proses belajar dalam pembelajar. Dengan demikian, mengajar adalah upaya guru buat membentuk kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sebagai akibatnya terjadi proses hubungan antara siswa dengan lingkungan, termasuk dengan guru, indera pelajaran serta lain sebagainya. Melalui proses interaksi tadi, dibutuhkan dalam diri siswa terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar (Nasution, 1982).
Dalam konsep pada atas, tersirat bahwa kiprah guru merupakan pemimpin dan fasilitator belajar. Dengan demikian, mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran, namun suatu proses dalam upaya membelajarkan peserta pembelajar. Mengingat sasaran primer dalam proses pembelajaran merupakan terjadinya proses belajar, maka komponen-komponen pembelajaran diadaptasi dengan karakteristik peserta didik, terutama modalitas yang dimilikinya.
Quantum teaching, merupakan konsep yang dikembangkan mengenai mengajar ini didasarkan pada asas utama, yaitu “bawalah dunia mereka ke global kita dan bawalah global kita ke global mereka”. Selain itu, dikembangkan jua lima prinsip dasar, yaitu segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum hadiah nama, akui setiap bisnis, serta jika layak dikerjakan layak juga dihargai (DePorter, 2002). Model yg dikembangkan terdiri menurut dua komponen yaitu konteks yg memiliki empat aspek (suasana, landasan, lingkungan, dan rancangan) serta isi yg mencakup presentasi. Kerangka rancangan belajarnya adalah tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (TANDUR).
DAFTAR PUSTAKA
Bruce Joyce., Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Bruner, Jerome S. (1963). The Process of Education. New York : Vontage Books
Davis, Russel G. (1980). Planning Education for Development: Volume Issue and Problems in The Planning of Education in Developing Coutries. Cambridge. Massachusetts.
Gardner., White Blythe (1992). Multiple Modalities of Learning (Multiple Ontelligences).usa : CORD Communications, Inc
Good,C.V.(1973).dictionary of Education.new York:McGraw-Hill Book Company.
McKenzie, Jamie. 2000. Beyond Edutainment and Technotainment. //fno.org/sep00 /eliterate.html
Pannen Paulina, dkk. 2005. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Soekamto, Toeti serta Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Wowo Sunaryo Kuswana., Yayat, Sriyono. 2003. Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Gaya. //wowosk.com/artikel/kurpem-contoh.php.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "KONSEP DAN MODEL PEMBELAJARAN"

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel