SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Indonesia
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yg cukup panjang. Pendidikan itu memang terkait menggunakan banyak sekali faktor menurut zamannya masing-masing, Pendidikan itu telah ada sejak zaman antik/tradisional yg dimulai menggunakan zaman impak kepercayaan Hindu serta Budha, zaman impak Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).
A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-lima. Hinduisme dan Budhisme merupakan 2 kepercayaan yg berbeda, namun pada Indonesia keduanya memiliki kesamaan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva menggunakan Budha sebagai satu asal Yang Maha Tinggi. Motto dalam lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti bhineka tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis asal menurut keyakinan tadi (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu pendidikan diarahkan pada rangka penyebaran dan training kehidupan keberagamaan Hindu serta Budha (Mudyahardjo, 217), jua mencari petunjuk mengenai apa yg diinginkan, baik buruknya, hingga pencapaiannya.
B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 serta mencakup sebagian akbar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam pada Nusantara, baik menjadi agama maupun menjadi arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan kepercayaan Islam dalam zaman ini dianggap Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan dari pendidikan agama Islam merupakan sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sinkron dengan ajaran yg disampaikan sang Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di global serta akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini nir diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu daerah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali pada Jawa, terutama Wali Sanga.
C. Zaman Kolonial Belanda
Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yg terdapat diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda memahami bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap eksistensi Belanda di Indonesia dalam sat itu bisa muncul dan menyulitkan Belanda waktu itu.
Tiga poin utama dalam politik etis Belnada dalam masa itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat buat kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak sebagai wahana pencerdasan rakyat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, serta menulis.
Pada masa ini jua, pendidikan pendidikan rakyat juga turut ada. Sekolah sekolah warga seperti Taman Siswa serta Muhammadiyah ada dan berkembang. Jadi dapat dikatakan dalam masa tadi terdapat tiga tipe jalur pendidikan yang tidak sinkron:
1)System pendidikan menurut masa islam yang diwakili menggunakan pondok pesantren
2)Pendidikan bergaya barat yg disediakan sang pemerintah Hindia-Belanda
3)Pendidikan “swasta pro-pribumi” misalnya Taman Siswa serta Muhammadiyah
Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo dalam tahun 1908 serta semakin semakin tinggi menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya merupakan Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara menggunakan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa berdikari dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).
(Baca juga tentang Taman Siswa di Sini !!).
D. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut hingga cita-cita buat merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 pada hati mereka. Meskipun demikian, terdapat beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan menurut penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yg sama bagi seluruh orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang buat pada pakai di lembaga-forum pendidikan, pada tempat kerja-kantor, serta dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia buat merealisasi Indonesia merdeka. Pada lepas 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia sebagai kenyataan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada global (Mudyahardjo, 2012:266-272).
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yg menggantikan Portugis pada Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan sang pertimbangan ekonomi serta politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:tiga). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk seluruh kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan buat anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat menggunakan kualitas yg lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi buat menyediakan energi kerja murah yg sangat diperlukan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat menggunakan biaya yg rendah dengan pertimbangan kas yg terus habis lantaran berbagai kasus peperangan.
Kesulitan keuangan menurut Belanda akibat Perang Dipenogoro dalam tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan poly korban. Belanda menciptakan siasat supaya pengeluaran untuk peperangan bisa ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dipercaya cara yg paling ampuh buat memperoleh laba yang maksimal yg dikenal menggunakan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa bisa dijalankan menjadi cara yang simpel buat meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu sebagai bagian yang dirugikan karena dipakai sebagai energi kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani jua dimanfaatkan buat menambah kas negara penguasa.
Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan energi kerja murah, pemerintah mengusahakan supaya bahasa Belanda bisa diujarkan sang masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda sebagai syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tadi harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih berdasarkan anak-anak kaum ningrat yang sudah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan buat mengklaim keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak menurut kaum ningrat dipercaya dapat membantu mengklaim output tanam paksa lebih efektif, lantaran masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri menurut lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yg dipertuan (orang Belanda) serta golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi pada pada maupun pada luar Indonesia, misalnya kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara terbaru yg mampu menaklukkan Rusia, serta perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama menjadi indera perusahaan raksasa yang bermotif hemat agar upah kerja serendah mungkin buat mencapai keuntungan yang aporisma. Irigasi, transmigrasi, serta pendidikan yg dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup laba. Irigasi dibentuk supaya panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi buat penyebaran tenaga kerja, salah satunya buat pekerja perkebunan. Politik etis menjadi acara yg merugikan masyarakat.
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 serta terhambat lantaran krisis dunia, nir terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan forum pendidikan. Lalu, forum pendidikan dibentuk menggunakan porto yg lebih murah. Kebijakan yang dibentuk termasuk penyediaan tenaga guru yang terdiri dari tenaga pengajar buat sekolah dasar yang nir memiliki latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dipercaya layak menjadi guru. Masalah lain yg paling fundamental merupakan penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang sanggup adalah beban yg berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau sang orang kebanyakan. Pendidikan dibentuk buat alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yg empuk diberi pengetahuan buat dijadikan tenaga kerja yg murah.
Pendidikan dibentuk oleh Belanda memiliki ciri-ciri eksklusif. Pertama, gradualisme yang luar biasa buat penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia pada keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan nir begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku 2 sistem pemerintahan, pengadilan menurut hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yg sangat kuat.
Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, pengajar serta orang tua nir mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna buat merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan buat mendidik anak-anak sebagai pegawai perkebunan menjadi tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yg menjaga supaya sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yg sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia nir berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yg sistematis. Pendidikan menggunakan ciri-cri tadi diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan laba ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda jua menciptakan sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat buat mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan dalam tahun 1907. Tipe sekolah desa yg dipercaya paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah serta tidak mengasingkan menurut kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk nir bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan permanen menjadi tenaga kerja demi pengamankan output panen.
Sekolah desa dibentuk menggunakan porto serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat generik. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sebagai akibatnya pemerintah nir usah membentuk sekolah dan mengeluarkan porto (Nasution, 1987:80). Pengajar sekolah diambil berdasarkan lulusan sekolah kelas 2, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yg lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia buat mengajar pada lingkungan desa.
Masa penjajahan Belanda berkaitan menggunakan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai indera buat meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibentuk dengan biaya yang murah, agar nir membebani kas pemerintah. Politik etis sebagai nir etis pada pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan aneka macam masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda digantikan sang kekuasaan Jepang. Jepang membawa inspirasi kebangkitan Asia yang nir kalah liciknya menurut Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibentuk buat menyediakan energi cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan sang Jepang. Rakyat sebagai alat kekuasaan Jepang buat kepentingan perang. Pendidikan dalam masa kekuasaan Jepang mempunyai landasan idiil hakko Iciu yg mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran beserta Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, serta indoktrinasi yang ketat.
Sejarah Belanda hingga Jepang dipahami sebagai alur penerangan jika pendidikan digunakan sebagai alat komoditas sang penguasa. Pendidikan dibentuk dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi energi kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang membuahkan pendidikan menjadi senjata ampuh buat menempatkan penduduk menjadi pendukung biaya buat perang melalui aneka macam sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan jua yg akan dikembangkan buat membentuk negara Indonesia sehabis merdeka.
Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat fundamental yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan pada kementrian pendidikan, pedagogi, dan kebudayaan agar cepat buat menyediakan serta mengusahakan pembaharuan pendidikan serta pedagogi sinkron dengan rencana utama bisnis pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak gampang dilaksanakan menggunakan banyak sekali keterbatasan asal daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan bisnis menambah pengajar melalui kursus selama 2 tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (sekitar 40%), buta alfabet pada tahun 1971. Buta huruf yg dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, aktivitas pemberantasan buta alfabet pada pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah buat menanggulangi nomor buta aksara pada Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan lebih kurang tidak berdampak pada rumah tangga kurang bisa.
Kemerdekaan Indonesia nir menciptakan nasib orang tidak sanggup terutama dari sektor pertanian sebagai lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus mudah timbul balik , contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa misalnya cara-cara serta praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yg diadakan pada tahun 1968-1969 dianggap bimas gotong royong karena merupakan bisnis gotong royong antara pemerintah dan partikelir (asing dan nasional) buat meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya merupakan buat mempertinggi produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin menggunakan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) lima dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit berdasarkan Taiwan. Jadi, masyarakat dipaksakan mengikuti kemauan menurut pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama menggunakan yang dilakukan sang pemerintah Indonesia menjadi cara buat menghasilkan panen yang lebih aporisma. Muller (1979:73) menyatakan dari penelitian yang dilakukan pada Indonesia bahwa sebagaian akbar masyarakat yang masih hidup pada kemiskinan, paling-paling hanya sanggup memenuhi kebutuhan hayati yang paling minim, serta hampir tidak sanggup mengikuti keadaan aktif sedangkan golongan atas hidup pada kemewahan.
Pendidikan dalam masa Belanda, Jepang serta sesudah kemerdekaan sulit dicapai sang orang-orang berdasarkan tempat tinggal tangga kurang mampu. Mereka diajarkan serta diberi pengetahuan buat kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan energi kerja yang diandalkan buat mencapai keuntungan yg maksimal . Setelah jaman kemerdekaan, masyarakat menurut tempat tinggal tangga kurang bisa terus sebagai asal pemaksaan secara halus buat pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan menjadi alat penguasa buat mengembangkan acara yg dianggap bisa mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.
Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.
A. Masa Perjuangan.
a. Zaman Kolonial Belanda
Didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia menggunakan tujuan membentuk pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yang bertujuan berbagi kepercayaan kristen. Adapun ciri spesial pendidikannya antara lain: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, 3) tujuan pendidikan buat membentuk tamatan sebagai rakyat negara Belanda kelas dua.
Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya pandangan baru-inspirasi liberal tadi yang bertujuan menyebarkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan buat anak-anak Belanda selama 1/2 abad ke-19. Setelah tahun 1848 dimuntahkan peraturan pemerintah yg memberitahuakn bahwa pemerintah lambat laun mendapat tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia menjadi output perdebatan pada parlemen Belanda serta mencerminkan perilaku liberal yg lebih menguntungkan warga Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan agar pemerintah lebih memajukan kesejahterran warga Indonesia. Ekspresi ini lalu dikenal dengan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yg lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dasa warsa. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas buat beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanta merupakan pegawai pemerintah Belanda, telah mengakibatkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang lalu berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 serta semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
b. Zaman Kolonial Jepang
Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yang pada masa itu sedang terjadi Perang Dunia sebagai akibatnya berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang poly melakukan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan untuk menghasilkan tentara yg siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, pada bidang pendidikan secara luas terdapat beberapa segi positif dari penjajahan Jepang pada Indonesia diantaranya: a) Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan berdasarkan penjajah Belanda dan menggantikannya menggunakan pendidikan yg sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan sang Jepang buat pada gunakan pada lembaga-forum pendidikan, pada tempat kerja-tempat kerja serta dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda tidak boleh, c) Jepang mendirikan sekolah pengajar menggunakan sistem pembinaan indoktrinasi mental ideologis, d) training siswa dan para pemuda dilakukan dengan senam pagi (taiso).
c. Zaman Kemerdekaan
Meski belum mencapai suasana kondusif pada kehidupan pemerintahannya, akan tetapi pada bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman dalam UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan dalam era 1945-1950 yaitu :
d. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969)
Pendidikan serta pedagogi sampai tahun 1945 pada selenggarakan oleh kentor pedagogi yang terkenal menggunakan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari tempat kerja penyelenggara urusan pamong praja yang diklaim dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru pada bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, menjadi menteri pendidikan serta pedagogi mulai 19 Agustus hingga 14 November 1945, kemudian diganti sang Mr. Dr. T.G.S.G Mulia berdasarkan tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak usang lalu Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 hingga menggunakan 2 Oktober 1946. Lantaran masa jabatan yg umumnya amat singkat, dalam dasarnya tidak poly yang bisa diperbuat oleh para mentri tadi.
1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun ketika 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang pada surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional dalam masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini dapat di pahami, karena dalam waktu itu bangsa Indonesia baru saja lepas menurut penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan terdapat gelagat bahwa Belanda ingin balik menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dipercaya adalah jawaban guna mempertahankan negara yg baru diproklamasikan.
Sejalan menggunakan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami ekspansi; nir lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan serta pengajaran adalah membentuk insan yg relatif serta warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab mengenai kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.
Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan buat:
• mempertinggi pencerahan bernegara serta bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• menaikkan pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran menggunakan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.
Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yg gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, serta kebudayaan pada adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk insan pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yg dikenhendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.
2. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan pada Indonesia dalam awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yg dikembangkan dalam zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud mencakup tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah merupakan Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama serta sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung 3 tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (Sekolah Menengah pertama) menjadi sekolah menengah pertama generik; lalu sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) serta sekolah guru C (SGC) menjadi sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) menjadi sekolah menengah umum, serta sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah pengajar kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus pengajar.
3. Pedidikan di Indonesia Selama PJP I (1969-1993)
Pembangunan jangka panjang mencakup lima pelita, yaitu pelita I-V yg dimulai dalam tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tersebut, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama di tandai sang semakin luasnya kesempatan buat memperoleh pendidikan dalam seluruh jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah wahana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yg terlibat pada pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan menggunakan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional menggunakan pada sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mengenai system pendidikan nasional bersama sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi pada hadapkan dengan banyak sekali tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan buat mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yg pada hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan menggunakan penbangunan, efektifitas dan efisiensi pendidikan.
B. Masa Pembangunan
Dalam rangka menyesuaikan segala usaha untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional dicermati menjadi indera revolusi. Pendidikan wajib difungsikan atau harus mempunyai Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (2) Memenuhi kebutuhan energi kerja dalam segenap bidang dan tingkatnya (manpower), (3) Memajukan serta berbagi kebudayaan nasional, (4) Memajukan serta berbagi ilmu engetahuan dan teknlogi, (lima) Menggerakkan dan menyadarkan semua kekuatan rakyat buat menciptakan masyarakat serta insan Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional merupakan Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional adalah buat melahirkan masyarakat negara-masyarakat negara sosialis Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya warga sosialis Indonesia, adil serta makmur baik spiritual juga material serta berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional merupakan Pancasila Manipol/USDEK, serta politik pendidikannya merupakan Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, serta politik nasional. Yang menarik dalam rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional Indonesia adalah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.
Banyak progam pembangunan yg sudah direncanakan pada Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan di bidang pendidikan diantaranya berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus dan sebagainya. Namun demikian akibat pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah planning pembangunan nasional semesta berencana tersebut. Setelah pemberontakan G30S/PKI dapat ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan rakyat Indonesia menurut Orde Lama ke Orde Baru.
1. Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)
Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada lepas 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan serta Kebudayaan mengumpulkan 100 orang ahli/pemikir pendidikan pada Cipayung buat melakukan konferensi pada rangka: 1) mengidentifikasi masalah-perkara pendidikan nasional, dan dua) menyusun suatu prioritas pemecahn berdasarkan berbagai maslah tersebut, dan mencari alternatif pemecahannya.
Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I masih ada beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, dua) pemerataan pendidikan, tiga) peningkatan mutu gru atau energi kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan lima) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan pokok tyersebut masih ada jua beberapa kebijakan yang perlu mendapat perhatian kita. Pertama, kebijakan buat menaikkan partisipasi rakyat di dalam bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien serta efektif. Ketiga, dirumuskan serta disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” menjadi pengganti UU pendidikan usang yg sudah diundangkan sejak tahun 1950.
Kurikulum Pendidikan dalam PJP I telah dilakukan tiga kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal sebagai: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, serta Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan pula ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu pengajar dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah buat mempertinggi pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, pula membangun apa yang diklaim Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan sentra yang dapat dipakai beberapa STM termasuk STM partikelir. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman berdasarkan ADB jua bantuan dari negara-negar teman.
2. Masa Reformasi
Selama Orde Baru berlansung, rezim yg berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka ingunkan tanpa terdapat yg berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini jua memiliki motor politik yg sangat kuat yaitu partai Golkar yg adalah partai terbesar saat itu. Hampir tidak terdapat kebebasan bagi rakyat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan buat berbicara dan membicarakan pendapatnya.
Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari peristiwa itu bisa dirasakan dalam seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke swatantra pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yang menitik beratkan pada partisipasi warga menuntut tersedianya tenaga-energi terampil pada jumlah dan kualitas yg tnggi serta pemberdayaan forum-forum sosial pada wilayah termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan di daerah akan memberikan akibat langsung dalam penyusunan kurikulum yg dewasa ini sangat sentalistis.
Disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-huma meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen buat mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Manajement).
Pendidikan pada Indonesia Dewasa Ini;
1. Harus belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Pada lepas dua mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun buat tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada lepas 2 mei 1984, Indonesia pula memulai wajib belajar 6 tahun buat taraf Sekolah Dasar, bersamaan dengan pelantikan berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan utama yg berkaitan satu sama lain. Pertama, menaikkan pemerataan kesempatan buat memperoleh pendidikan bagi setiap gerombolan umur 7-15 tahun. Kedua untuk menaikkan mutu sumberdaya insan Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan sebagai 9 tahun.
Sasaran-target harus belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah, pertama, menaikkan angka partisipasi kasar (APK) taraf SLTP sebagai 66,19% dari keadaan padaawal pelita V yg mencapai 52,67%. Kedua, menaikkan jumblah lulusan Sekolah Dasar/MI yang tertampung di SLTP serta MTs sebesar 5400.000, yaitu berdasarkan dua,56 juta pad tahun 1993/1994 sebagai 3,10 juta dalam tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah pengajar Sekolah Dasar yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III lebih kurang 70%. Tantangan yang pada hadapi oleh acara wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih besar jika dibandikan menggunakan wajib belajar 6 tahun. Alasnya diantaranya, pertama, pada saat dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh menurut grup umur 13-15 tahun yang berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, wahana, serta energi yang dimiliki oleh Indonesia buat melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak dalam waktu dilaksanakan wajib belajar 6 tahun. Misalnya, pembangunan Sekolah Dasar dalam jumblah akbar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun pada SLTP dibutuhkan wahana, porto, dan energi yg nir sedikit. Sejak di mulai dalam tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai poly kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat menerangkan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan menggunakan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, serta fasilitas belajar lainnya .
2. Pelaksanaan kurikulum 1994
Kurikulum 1994 di berlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995. Kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri dengan tantangan yg terus barkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin semakin tinggi. Kurikulum 1984 yg sudah berjalan 10 tahun ditinjau perlu buat diperbaharui karena dari output-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yg tmpang tindih serta memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yg dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No dua/1989 tentang system Pendididkan Nasional yang diikuti sang berbagai peraturan pemerintah mempuyai akibat pada perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya warta, dilakukan pulang revisi atas kurikilum 1994 dengan menata pulang struktur programnya yang kemudian dikenal menggunakan kurikulum 1994 yg disempurnakan.
3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.
Sumber: Dirangkum dari aneka macam sumber !
Referensi:
Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.
Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan pada Pawitra Gunung Suci pada Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, kitab IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, tiga—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, laman 304—18.
Winarno, Agung.2019. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal mengenai Dasar-Dasar Pendidikan dalam Umumnya dan Pendidikan pada indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.jakarta: Rineka Cipta.
Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.
//tyarmahutasoitregb.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
//ikadekartajaya.wordpress.com/2013/09/21/landasan-sejarah-pendidikan-pada-indonesia/
//dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/.
Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah yg cukup panjang. Pendidikan itu memang terkait menggunakan banyak sekali faktor menurut zamannya masing-masing, Pendidikan itu telah ada sejak zaman antik/tradisional yg dimulai menggunakan zaman impak kepercayaan Hindu serta Budha, zaman impak Islam, zaman penjajahan, dan zaman merdeka (Pidarta, 2009.: 125).
A. Zaman Pengaruh Hindu dan Budha
Pengaruh pendidikan pada zaman Hinduisme and Budhisme datang ke Indonesia sekitar abad ke-lima. Hinduisme dan Budhisme merupakan 2 kepercayaan yg berbeda, namun pada Indonesia keduanya memiliki kesamaan sinkretisme, yaitu keyakinan mempersatukan figur Siva menggunakan Budha sebagai satu asal Yang Maha Tinggi. Motto dalam lambang Negara Indonesia yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang berarti bhineka tetapi tetap satu yaitu Sang Maha Tunggal yaitu Tuhan , secara etimologis asal menurut keyakinan tadi (Mudyahardjo, 2012: 215).
Pada zaman ini pendidikan memiliki tujuan yang sama yaitu pendidikan diarahkan pada rangka penyebaran dan training kehidupan keberagamaan Hindu serta Budha (Mudyahardjo, 217), jua mencari petunjuk mengenai apa yg diinginkan, baik buruknya, hingga pencapaiannya.
B. Zaman Pengaruh Islam (Tradisional)
Agama Islam mulai masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-13 serta mencakup sebagian akbar Nusantara pada abad ke-16. Perkembangan pendidikan agama Islam di Indonesia sejalan dengan perkembangan penyebaran Islam pada Nusantara, baik menjadi agama maupun menjadi arus kebudayaan (Mudyahardjo.: 221). Pendidikan kepercayaan Islam dalam zaman ini dianggap Pendidikan Islam Tradisional.
Tujuan dari pendidikan agama Islam merupakan sama dengan tujuan hidup Islam, yaitu mengabdi sepenuhnya kepada Allah SWT sinkron dengan ajaran yg disampaikan sang Nabi Muhammad S.A.W. Untuk mencapai kebahagiaan di global serta akhirat. (Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini nir diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara perorangan melalui para ulamanya di suatu daerah tertentu dan terkoordinasi oleh para wali pada Jawa, terutama Wali Sanga.
C. Zaman Kolonial Belanda
Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yg terdapat diawasi secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda memahami bahwa melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap eksistensi Belanda di Indonesia dalam sat itu bisa muncul dan menyulitkan Belanda waktu itu.
Tiga poin utama dalam politik etis Belnada dalam masa itu adalah irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda mendirikan sekolah-sekolah gaya barat buat kalangan pribumi. Akan tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak sebagai wahana pencerdasan rakyat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, serta menulis.
Pada masa ini jua, pendidikan pendidikan rakyat juga turut ada. Sekolah sekolah warga seperti Taman Siswa serta Muhammadiyah ada dan berkembang. Jadi dapat dikatakan dalam masa tadi terdapat tiga tipe jalur pendidikan yang tidak sinkron:
1)System pendidikan menurut masa islam yang diwakili menggunakan pondok pesantren
2)Pendidikan bergaya barat yg disediakan sang pemerintah Hindia-Belanda
3)Pendidikan “swasta pro-pribumi” misalnya Taman Siswa serta Muhammadiyah
Golongan baru inilah yg kemudian berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo dalam tahun 1908 serta semakin semakin tinggi menggunakan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya merupakan Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar Dewantara menggunakan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-anak agar bisa berdikari dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).
(Baca juga tentang Taman Siswa di Sini !!).
D. Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial Jepang tetap berlanjut hingga cita-cita buat merdeka tercapai. Walaupun bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 pada hati mereka. Meskipun demikian, terdapat beberapa segi positif dari penjajahan Jepang di Indonesia.
Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus dualisme pendidikan menurut penjajah Belanda dan menggantikannya dengan pendidikan yg sama bagi seluruh orang. Selain itu, pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang buat pada pakai di lembaga-forum pendidikan, pada tempat kerja-kantor, serta dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia buat merealisasi Indonesia merdeka. Pada lepas 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa Indonesia sebagai kenyataan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada global (Mudyahardjo, 2012:266-272).
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yg menggantikan Portugis pada Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan sang pertimbangan ekonomi serta politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:tiga). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk seluruh kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan buat anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat menggunakan kualitas yg lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi buat menyediakan energi kerja murah yg sangat diperlukan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat menggunakan biaya yg rendah dengan pertimbangan kas yg terus habis lantaran berbagai kasus peperangan.
Kesulitan keuangan menurut Belanda akibat Perang Dipenogoro dalam tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan poly korban. Belanda menciptakan siasat supaya pengeluaran untuk peperangan bisa ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dipercaya cara yg paling ampuh buat memperoleh laba yang maksimal yg dikenal menggunakan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa bisa dijalankan menjadi cara yang simpel buat meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu sebagai bagian yang dirugikan karena dipakai sebagai energi kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani jua dimanfaatkan buat menambah kas negara penguasa.
Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan energi kerja murah, pemerintah mengusahakan supaya bahasa Belanda bisa diujarkan sang masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda sebagai syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tadi harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih berdasarkan anak-anak kaum ningrat yang sudah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan buat mengklaim keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak menurut kaum ningrat dipercaya dapat membantu mengklaim output tanam paksa lebih efektif, lantaran masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri menurut lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yg dipertuan (orang Belanda) serta golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi pada pada maupun pada luar Indonesia, misalnya kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara terbaru yg mampu menaklukkan Rusia, serta perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama menjadi indera perusahaan raksasa yang bermotif hemat agar upah kerja serendah mungkin buat mencapai keuntungan yang aporisma. Irigasi, transmigrasi, serta pendidikan yg dicanangkan sebagai kedok untuk siasat meraup laba. Irigasi dibentuk supaya panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi buat penyebaran tenaga kerja, salah satunya buat pekerja perkebunan. Politik etis menjadi acara yg merugikan masyarakat.
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 serta terhambat lantaran krisis dunia, nir terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan forum pendidikan. Lalu, forum pendidikan dibentuk menggunakan porto yg lebih murah. Kebijakan yang dibentuk termasuk penyediaan tenaga guru yang terdiri dari tenaga pengajar buat sekolah dasar yang nir memiliki latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dipercaya layak menjadi guru. Masalah lain yg paling fundamental merupakan penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang sanggup adalah beban yg berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau sang orang kebanyakan. Pendidikan dibentuk buat alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yg empuk diberi pengetahuan buat dijadikan tenaga kerja yg murah.
Pendidikan dibentuk oleh Belanda memiliki ciri-ciri eksklusif. Pertama, gradualisme yang luar biasa buat penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia pada keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan nir begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku 2 sistem pemerintahan, pengadilan menurut hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yg sangat kuat.
Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, pengajar serta orang tua nir mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna buat merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan buat mendidik anak-anak sebagai pegawai perkebunan menjadi tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yg menjaga supaya sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yg sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia nir berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yg sistematis. Pendidikan menggunakan ciri-cri tadi diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan laba ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda jua menciptakan sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat buat mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan dalam tahun 1907. Tipe sekolah desa yg dipercaya paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah serta tidak mengasingkan menurut kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk nir bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan permanen menjadi tenaga kerja demi pengamankan output panen.
Sekolah desa dibentuk menggunakan porto serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat generik. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sebagai akibatnya pemerintah nir usah membentuk sekolah dan mengeluarkan porto (Nasution, 1987:80). Pengajar sekolah diambil berdasarkan lulusan sekolah kelas 2, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yg lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia buat mengajar pada lingkungan desa.
Masa penjajahan Belanda berkaitan menggunakan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai indera buat meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibentuk dengan biaya yang murah, agar nir membebani kas pemerintah. Politik etis sebagai nir etis pada pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan aneka macam masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda digantikan sang kekuasaan Jepang. Jepang membawa inspirasi kebangkitan Asia yang nir kalah liciknya menurut Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibentuk buat menyediakan energi cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan sang Jepang. Rakyat sebagai alat kekuasaan Jepang buat kepentingan perang. Pendidikan dalam masa kekuasaan Jepang mempunyai landasan idiil hakko Iciu yg mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran beserta Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, serta indoktrinasi yang ketat.
Sejarah Belanda hingga Jepang dipahami sebagai alur penerangan jika pendidikan digunakan sebagai alat komoditas sang penguasa. Pendidikan dibentuk dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi energi kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang membuahkan pendidikan menjadi senjata ampuh buat menempatkan penduduk menjadi pendukung biaya buat perang melalui aneka macam sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan jua yg akan dikembangkan buat membentuk negara Indonesia sehabis merdeka.
Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat fundamental yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan pada kementrian pendidikan, pedagogi, dan kebudayaan agar cepat buat menyediakan serta mengusahakan pembaharuan pendidikan serta pedagogi sinkron dengan rencana utama bisnis pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak gampang dilaksanakan menggunakan banyak sekali keterbatasan asal daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan bisnis menambah pengajar melalui kursus selama 2 tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (sekitar 40%), buta alfabet pada tahun 1971. Buta huruf yg dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, aktivitas pemberantasan buta alfabet pada pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah buat menanggulangi nomor buta aksara pada Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan lebih kurang tidak berdampak pada rumah tangga kurang bisa.
Kemerdekaan Indonesia nir menciptakan nasib orang tidak sanggup terutama dari sektor pertanian sebagai lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus mudah timbul balik , contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa misalnya cara-cara serta praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yg diadakan pada tahun 1968-1969 dianggap bimas gotong royong karena merupakan bisnis gotong royong antara pemerintah dan partikelir (asing dan nasional) buat meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya merupakan buat mempertinggi produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin menggunakan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) lima dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit berdasarkan Taiwan. Jadi, masyarakat dipaksakan mengikuti kemauan menurut pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama menggunakan yang dilakukan sang pemerintah Indonesia menjadi cara buat menghasilkan panen yang lebih aporisma. Muller (1979:73) menyatakan dari penelitian yang dilakukan pada Indonesia bahwa sebagaian akbar masyarakat yang masih hidup pada kemiskinan, paling-paling hanya sanggup memenuhi kebutuhan hayati yang paling minim, serta hampir tidak sanggup mengikuti keadaan aktif sedangkan golongan atas hidup pada kemewahan.
Pendidikan dalam masa Belanda, Jepang serta sesudah kemerdekaan sulit dicapai sang orang-orang berdasarkan tempat tinggal tangga kurang mampu. Mereka diajarkan serta diberi pengetahuan buat kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan energi kerja yang diandalkan buat mencapai keuntungan yg maksimal . Setelah jaman kemerdekaan, masyarakat menurut tempat tinggal tangga kurang bisa terus sebagai asal pemaksaan secara halus buat pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan menjadi alat penguasa buat mengembangkan acara yg dianggap bisa mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.
Landasan Sejarah Pendidikan Di Masa Perjuangan Bangsa Indonesia, Masa Pembangunan Dan MasaReformasi.
A. Masa Perjuangan.
a. Zaman Kolonial Belanda
Didorong oleh kebutuhan praktis berkaitan dengan pekerjaan diberbagai bidang, Belanda mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat Indonesia menggunakan tujuan membentuk pegawai-pegawai rendahan baik sebagai pegawai negeri maupun swasta. Adapun kecenderungan pendidikan masa kolonial ini adalah:1) membiarkan terselengarakannya pendidikan islam tradisional serta membantu mendirikan madrasah Islam di Nusantara, 2) mendirikan sekolah Zending (mizionaris) yang bertujuan berbagi kepercayaan kristen. Adapun ciri spesial pendidikannya antara lain: 1) dualistik diskriminatif, 2) sentralistik, 3) tujuan pendidikan buat membentuk tamatan sebagai rakyat negara Belanda kelas dua.
Kurikulum sekolah mengalami radikal dengan masuknya pandangan baru-inspirasi liberal tadi yang bertujuan menyebarkan kemampuan intelektual, nilai-nilai rasional dan sosial. Pada awalnya kurikulum ini hanya diterapkan buat anak-anak Belanda selama 1/2 abad ke-19. Setelah tahun 1848 dimuntahkan peraturan pemerintah yg memberitahuakn bahwa pemerintah lambat laun mendapat tanggung jawab yang lebih besar atas pendidikan anak-anak Indonesia menjadi output perdebatan pada parlemen Belanda serta mencerminkan perilaku liberal yg lebih menguntungkan warga Indonesia. Pda tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van Deventer berjudul Hutang Kehormatan dalam majalah De Gids, Ia menganjurkan agar pemerintah lebih memajukan kesejahterran warga Indonesia. Ekspresi ini lalu dikenal dengan Politik Etis. Sejak dijalankannya Politik Etis ini tampak kemajuan yg lebih pesat dalam bidang pendidikan selama beberapa dasa warsa. Pendidikan yang berorientasi Barat ini meskipun masih bersifat terbatas buat beberapa golongan saja, antara lain anak-anak Indonesia yang orang tuanta merupakan pegawai pemerintah Belanda, telah mengakibatkan elite intelektual baru.
Golongan baru inilah yang lalu berjuang merintis kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yg masih bersifat kedaerahan berubah menjadi usaha bangsa semenjak berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908 serta semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928.
b. Zaman Kolonial Jepang
Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 yang pada masa itu sedang terjadi Perang Dunia sebagai akibatnya berimbas pada pemerintahan Jepang yang bersifat militeristik. Dalam misinya menguasai Indonesia, Jepang poly melakukan perubahan. Termasuk dibidang pendidikan, penyelenggaraannya ditujukan untuk menghasilkan tentara yg siap memenangkan perang bagi Jepang. Selain itu, pada bidang pendidikan secara luas terdapat beberapa segi positif dari penjajahan Jepang pada Indonesia diantaranya: a) Jepang sudah menghapus dualisme pendidikan berdasarkan penjajah Belanda dan menggantikannya menggunakan pendidikan yg sama bagi semua orang, b) pemakaian bahasa Indonesia secara luas diinstrusikan sang Jepang buat pada gunakan pada lembaga-forum pendidikan, pada tempat kerja-tempat kerja serta dalam pergaulan sehari-hari. Bahas Jepang sebagai bahasa kedua sedang bahasa Belanda tidak boleh, c) Jepang mendirikan sekolah pengajar menggunakan sistem pembinaan indoktrinasi mental ideologis, d) training siswa dan para pemuda dilakukan dengan senam pagi (taiso).
c. Zaman Kemerdekaan
Meski belum mencapai suasana kondusif pada kehidupan pemerintahannya, akan tetapi pada bidang pendidikan pada awal kemerdekaan ini terus dilaksanakan dengan berpedoman dalam UUD1945 pasal 31. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan dalam era 1945-1950 yaitu :
- Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia mengusulkan perlunya pembaharuan pada bidang pendidikan
- Pembentukan pendidikan warga yg bertujuan membentuk masyarakat adil serta makmur berdasar pancasila.
- Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran
- Menetapkan kurikulum awal menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan
- Pembaharuan kurikulum sebagai kurikulum SR 947
d. Pendidikan di Indonesia Setelah Kemerdekaan (1945-1969)
Pendidikan serta pedagogi sampai tahun 1945 pada selenggarakan oleh kentor pedagogi yang terkenal menggunakan nama jepang Bunkyio Kyoku dan merupakan bagian dari tempat kerja penyelenggara urusan pamong praja yang diklaim dengan Naimubu. Setelah di proklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Indonesia yang baru pada bentuk menunjuk Ki Hajar Dewantara, pendiri taman siswa, menjadi menteri pendidikan serta pedagogi mulai 19 Agustus hingga 14 November 1945, kemudian diganti sang Mr. Dr. T.G.S.G Mulia berdasarkan tanggal 14 November 1945 sampai dengan 12 Maret 1946. Tidak usang lalu Mr. Dr. T.G.S.G Mulia dig anti oleh Mohamad Syafei dari 12 Maret 1946 hingga menggunakan 2 Oktober 1946. Lantaran masa jabatan yg umumnya amat singkat, dalam dasarnya tidak poly yang bisa diperbuat oleh para mentri tadi.
1. Tujuan Dan Kurikulum Pendidikan
Dalam kurun ketika 1945-1969, tujuan pendidikan nasional Indonesia mengalami lima kali perubahan. Sebagaimana tertuang pada surat keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PP & K), Mr. Suwandi, tanggal 1 Maret 1946, tujuan pendidikan nasional dalam masa awal kemerdekaan amat menekankan penanaman jiwa patriotosme. Hal ini dapat di pahami, karena dalam waktu itu bangsa Indonesia baru saja lepas menurut penjajah yang berlangsung ratusan tahun, dan terdapat gelagat bahwa Belanda ingin balik menjajah Indonesia. Oleh karena itu penanaman jiwa patrionisme melalui pendidikan dipercaya adalah jawaban guna mempertahankan negara yg baru diproklamasikan.
Sejalan menggunakan perubahan suasana kehidupan kebangsaan, tujuan pendidikan nasional Indonesia pun mengalami ekspansi; nir lagi semata menekan jiwa patrionisme. Dalam Undang-Undang No. 4/1950 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. “Tujuan pendidikan serta pengajaran adalah membentuk insan yg relatif serta warga negara yang demokaratis secara bertanggung jawab mengenai kesejahtraan masyarakat dan tanah air”.
Kurikulum sekolah pada masa-masa awal kemerdekaan dan tahun 1950-an ditujukan buat:
• mempertinggi pencerahan bernegara serta bermasyarakat,
• meningkatkan pendidikan jasmani,
• menaikkan pendidikan watak,
• menberikan perhatian terhafap kesenian,
• menghubungkan isi pelajaran menggunakan kehidupan sehari-hari, dan
• mengurangi pendidikan pikiran.
Menyusul meletusnya G-30 S/PKI yg gagal, maka melalui TAP MPRS No. XXVII/MPRS/1966 tentang Agama, Pendidikan, serta kebudayaan pada adakan perubahan dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yaitu, “Membentuk insan pancasilais sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yg dikenhendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945”.
2. Sistem Persekolahan
Sistem pendidikan pada Indonesia dalam awal kemerdekaan pada dasarnya melanjutkan apa yg dikembangkan dalam zaman pendudukan jepang. Sistem dimaksud mencakup tiga tingkatan yaitu pendidikan rendah, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Pendidikan rendah merupakan Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun. Pendidikan menengah terdiri dari sekolah menengah pertama serta sekolah menengah tinggi. Sekolah menengah pertama yang berlangsung 3 tahun mempunyai beberapa jenis, yaitu sekolah menegah pertama (Sekolah Menengah pertama) menjadi sekolah menengah pertama generik; lalu sekolah teknik pertama (STP), kursus kerajinan negeri (KKN), sekolah dagang,sekolah kepandayan putrid (SKP) sebagai sekolah menengah pertama kejuruan; serta sekolah guru B (SGB) serta sekolah guru C (SGC) menjadi sekolah menengah pertama keguruan.
Sekolah menegah tinggi berlangsung tiga tahun, meliputi sekolah menengah tinggi (SMT) menjadi sekolah menengah umum, serta sekolah kejuruan berupa sekolah teknik menengah (STM), sekolah teknik (ST), sekolah pengajar kepandayan putrid (SGKP), sekolah guru A (SGA) dan kursus pengajar.
3. Pedidikan di Indonesia Selama PJP I (1969-1993)
Pembangunan jangka panjang mencakup lima pelita, yaitu pelita I-V yg dimulai dalam tahun 1969/1970 hingga tahun 1993/1994, atau 25 tahun. Selama kurun tersebut, pendidikan Indonesia Indonesia mengalami kemajuan. Hal ini terutama di tandai sang semakin luasnya kesempatan buat memperoleh pendidikan dalam seluruh jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; meningkatnya jumblah wahana dan prasarana pendidikan yang tersedia serta tenaga yg terlibat pada pendidikan; meningkatnya mutu pendidikan dibandingkan menggunakan masa-masa sebelumnya; semakin mantapnya sistem pendidikan nasional menggunakan pada sahkan undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 mengenai system pendidikan nasional bersama sejumblah peraturan pemerintah yang menyertainya.
Namun demikian, hingga berakhirnya pelita V, pendidikan nasional masi pada hadapkan dengan banyak sekali tantangan baik kuantitatif maupun kualitatif. Secara kuantitatif, tantangan yang di hadapi menyangkut pemerataan kesempatan buat mamperoleh pendidikan khususnya pendidikan dasar, sementara secara kualitatif tantangan yg pada hadapi berkenan dengan upaya mutu pendidikan, peningkatan relefansi pendidikan menggunakan penbangunan, efektifitas dan efisiensi pendidikan.
B. Masa Pembangunan
Dalam rangka menyesuaikan segala usaha untuk mewujudkan Manipol, melalui Keputusan Presiden RI No. 145 Tahun 1965 pendidikan nasional dicermati menjadi indera revolusi. Pendidikan wajib difungsikan atau harus mempunyai Lima Dharma Bhakti Pendidikan, yaitu: (1) Membina Manusia Indonesia Baru yang berakhlak tinggi (Moral Pancasila), (2) Memenuhi kebutuhan energi kerja dalam segenap bidang dan tingkatnya (manpower), (3) Memajukan serta berbagi kebudayaan nasional, (4) Memajukan serta berbagi ilmu engetahuan dan teknlogi, (lima) Menggerakkan dan menyadarkan semua kekuatan rakyat buat menciptakan masyarakat serta insan Indonesia baru. Selanjutnya dinyatakan bahwa asas pendidikan nasional merupakan Pancasila – Manipol USDEK. Dengan demikian tujuan pendidikan nasional adalah buat melahirkan masyarakat negara-masyarakat negara sosialis Indonesia yang susila yang bertanggung jawab atas terselenggaranya warga sosialis Indonesia, adil serta makmur baik spiritual juga material serta berjiwa Pancasila. Dalam hal ini, moral pendidikan nasional merupakan Pancasila Manipol/USDEK, serta politik pendidikannya merupakan Manifesto Politik. Selanjutnya melalui Penetapan Presiden RI No. 19 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila antra lain dirumuskan kembali mengenai dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, serta politik nasional. Yang menarik dalam rumusan-rumusan tersebut ditegaskan sekali lagi bahwa tugas pendidikan nasional Indonesia adalah menghimpun kekuatan progresif revolusioner berporoskan Nasakom.
Banyak progam pembangunan yg sudah direncanakan pada Pembangunan Nasional Semesta Berencana Thap Pertama (1961-1969). Rencana proyek pembangunan di bidang pendidikan diantaranya berkenaan pengembangan pendidikan tinggi,diprioritaskannya pengembangan sekolah-sekolah kejuruan, kursus-kursus dan sebagainya. Namun demikian akibat pecahnya pemberontakan G-30S/PKI, maka rontoklah planning pembangunan nasional semesta berencana tersebut. Setelah pemberontakan G30S/PKI dapat ditumpas, terjadi suatu keadaan peralihan rakyat Indonesia menurut Orde Lama ke Orde Baru.
1. Pendidikan Pada Masa PJP I (Pembangunan Jangka Panjang)
Pelaksaan Pelita I PJP I dicanangkan mulai 1 April 1969, maka pada lepas 28-30 April 1969 pemerintah Departemen Pendidikan serta Kebudayaan mengumpulkan 100 orang ahli/pemikir pendidikan pada Cipayung buat melakukan konferensi pada rangka: 1) mengidentifikasi masalah-perkara pendidikan nasional, dan dua) menyusun suatu prioritas pemecahn berdasarkan berbagai maslah tersebut, dan mencari alternatif pemecahannya.
Didalam rumusan-rumusan kebijakan pkok pembangunan pendidikan selama PJP I masih ada beberapa kebijakan yang terus menerus dikemukakan, yaitu: 1) relevansi pendidikan, dua) pemerataan pendidikan, tiga) peningkatan mutu gru atau energi kependidikan, 4) mutu pendidikan, dan lima) pendidikan kejuruan. Selain kebijakan pokok tyersebut masih ada jua beberapa kebijakan yang perlu mendapat perhatian kita. Pertama, kebijakan buat menaikkan partisipasi rakyat di dalam bidang pendidikan,. Kedua, pengembangan sistem pendidikan yag efisien serta efektif. Ketiga, dirumuskan serta disahkannya UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “ Sistem Pendidikan Nasional” menjadi pengganti UU pendidikan usang yg sudah diundangkan sejak tahun 1950.
Kurikulum Pendidikan dalam PJP I telah dilakukan tiga kali perubahan kurikulum pendidikan (sekolah), yaitu dikenal sebagai: Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, serta Kurikulum 1984. Kurikulum Pendidikan Kejuruan, dalam Pelita I selain penyempurnaan sistem sekolah kejuruan pula ditingkatkan mutu pendidikannya terutama mutu pengajar dan laboratoriumnya. Dengan dana pinjaman Bank Dunia diadakan brbagai usah buat mempertinggi pendidikan teknik menengah. Beberapa STM ditingkatkan, pula membangun apa yang diklaim Sekolah Teknik Menengah Pembangunan, diadakan bengkel-bengkel latihan sentra yang dapat dipakai beberapa STM termasuk STM partikelir. Usaha perbaikan kurikulum terus menerus, baik melalui dan pinjaman berdasarkan ADB jua bantuan dari negara-negar teman.
2. Masa Reformasi
Selama Orde Baru berlansung, rezim yg berkuasa sangat leluasa melakukan hal-hal yang mereka ingunkan tanpa terdapat yg berani melakukan pertentangan dan perlawanan, rezim ini jua memiliki motor politik yg sangat kuat yaitu partai Golkar yg adalah partai terbesar saat itu. Hampir tidak terdapat kebebasan bagi rakyat untuk melakukan sesuatu, termasuk kebebasan buat berbicara dan membicarakan pendapatnya.
Maraknya gerakan reformasi menyebabka tumbangnya kekuasaan orde baru. Implikasi dari peristiwa itu bisa dirasakan dalam seluruh aspek kehidupan bernegara, termasuk bidang pendidikan. Dengan di berlakukannya UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999 maka sistem penyelengaraan pendidikan berubah ke swatantra pendidikan. Desentralisasi kekuasaan yang menitik beratkan pada partisipasi warga menuntut tersedianya tenaga-energi terampil pada jumlah dan kualitas yg tnggi serta pemberdayaan forum-forum sosial pada wilayah termasuk dalm bidang pendidikan. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan di daerah akan memberikan akibat langsung dalam penyusunan kurikulum yg dewasa ini sangat sentalistis.
Disamping itu kesejahteraan tenaga kependidikan perlahan-huma meningkat. Hal ini memicu peningkatan kualitas profesional mereka. Instrumen-instrumen buat mewujudkan desentralisasi pendidikan juga diupayakan, misalnya MBS (Manajemen Berbasi Sekolah), Life Skill (Lima Ketrampilan Hidup), dan TQM (Total Quality
Manajement).
Pendidikan pada Indonesia Dewasa Ini;
1. Harus belajar pendidikan dasar sembilan tahun
Pada lepas dua mei 1994 wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun buat tingkat SLTP dicanangkan. Sepuluh tahun sabelumnya, tepatnya pada lepas 2 mei 1984, Indonesia pula memulai wajib belajar 6 tahun buat taraf Sekolah Dasar, bersamaan dengan pelantikan berdirinya Universitas terbuka. Wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun mempunyai 2tujuan utama yg berkaitan satu sama lain. Pertama, menaikkan pemerataan kesempatan buat memperoleh pendidikan bagi setiap gerombolan umur 7-15 tahun. Kedua untuk menaikkan mutu sumberdaya insan Indonesia hingga mencapai SLTP. Dengan wajib belajar, maka pendidikan minimal bangsa Indonesia semula 6 tahun ditingkatkan sebagai 9 tahun.
Sasaran-target harus belajar pendidikan dasar 9 tahun dalam pelita VI adalah, pertama, menaikkan angka partisipasi kasar (APK) taraf SLTP sebagai 66,19% dari keadaan padaawal pelita V yg mencapai 52,67%. Kedua, menaikkan jumblah lulusan Sekolah Dasar/MI yang tertampung di SLTP serta MTs sebesar 5400.000, yaitu berdasarkan dua,56 juta pad tahun 1993/1994 sebagai 3,10 juta dalam tahun 1998/1999. Ketiga, tercapainya jumblah pengajar Sekolah Dasar yang minimal berkualifikasi D-II sebayak 80%, guru SLYP berkualifikasi D-III lebih kurang 70%. Tantangan yang pada hadapi oleh acara wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun memang lebih besar jika dibandikan menggunakan wajib belajar 6 tahun. Alasnya diantaranya, pertama, pada saat dimulainya wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun, baru skitar separuh menurut grup umur 13-15 tahun yang berada disekolah. Kedua, daya dukung berupa dana, wahana, serta energi yang dimiliki oleh Indonesia buat melaksanakan wajip belajar pendidikan dasar 9 tahun tidak lagi sebanyak dalam waktu dilaksanakan wajib belajar 6 tahun. Misalnya, pembangunan Sekolah Dasar dalam jumblah akbar melalui inpres. Ketiga, guna menampung 6,26 juta anak usia 13-15 tahun pada SLTP dibutuhkan wahana, porto, dan energi yg nir sedikit. Sejak di mulai dalam tahun 1994, program wajip belajar pendidikan dasar sembilan tahun mencapai poly kemajuan. Indikator-indikator kuantitatif yang di catat menerangkan bahwa angka partisipasi meningkat sejalan menggunakan semakin bertambahnya ruang belajar, jumblah guru, serta fasilitas belajar lainnya .
2. Pelaksanaan kurikulum 1994
Kurikulum 1994 di berlakukan secara bertahap mulai tahun ajaran 1994/1995. Kurikulum 1994 disusun dengan maksud agar proses pendidikan dapat selalu menyesuakan diri dengan tantangan yg terus barkembang, sehingga mutu pendidikan akan semakin semakin tinggi. Kurikulum 1984 yg sudah berjalan 10 tahun ditinjau perlu buat diperbaharui karena dari output-hasil pengkajian, ditemikan adanya materi kurikulum yg tmpang tindih serta memerlukan penambahan. Misalnya tumpang tindih antara materi PMP, Sejarah Nasional, dan PSPB yg dalam kurikulum 1994 strukturnya lebih di sederhanakan. Disahkannya UU No dua/1989 tentang system Pendididkan Nasional yang diikuti sang berbagai peraturan pemerintah mempuyai akibat pada perlunya kurikulum pendidikan mengalami penyesuaian. Menyusul terjadinya warta, dilakukan pulang revisi atas kurikilum 1994 dengan menata pulang struktur programnya yang kemudian dikenal menggunakan kurikulum 1994 yg disempurnakan.
3 Implikasi Landasan Sejarah Pendidikan Terhadap Pendidikan.
- Masa lampau memperjelas pemahaman kita dalam masa kini . Sistem pendidikan yang kita terapkan masa kini merupakan output perkembangan pendidikan yang tumbuh pada sejarah pengalaman bangsa kita dalam masa lampau. Hal ini sudah terbukti dengan adanya kemajuan perkembangan dalam segala bidang, misalnya; ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya. Berikut pembahasan tetntang implikasi landasan sejarah terhadap konsep pendidikan ;
- Tujuan pendidikan diperlukan bertujuan dan bisa mengembangkan banyak sekali macam potensi siswa. Serta menyebarkan kepribadian mereka secara lebih harmonis. Tujuan pendidikan juga diarahkan buat pengembangkan segala aspek eksklusif yg terdapat dalam individu siswa, baik dalam aspek keagamaan ataupun kemandirian. Dengan mengetahui landasan sejarah pendidikan kita dapat mengetahui betapa pentingnya konsep tujuan berdasarkan pendidikan yg seiring menggunakan berkembangnya ilmu pengetahuan serta teknologi.
- Proses Pendidikan terutama proses belajar- mengajar dan materi pelajaran harus diubahsuaikan denagn taraf perkembangan siswa, melaksanakan metode dunia buat pelajaran bahasa, menyebarkan kemandirian dan kerjasama siwa dalam pembelajaran, menegmbangkan pelajaran pada lintas disiplin ilmu, demokratisasi pada pendidikan, serat pengembangan ilmu serta teknologi.
- Kebudayaan nasional, Sejarah membawa perubahan kebudayaan. Dari zaman dahulu dahulu sampai waktu ini, adanya perubahan budaya karena pengalaman sejarah melalui penemuan baru, pertukaran budaya dampak penjajahan bangsa asing sebagai akibatnya sejarah membawa dampak perubahan peradaban kebudayaan melalui peranan pendidikan.pendidikan wajib juga memajukan kebudayaan nasional. Pidarta (2008:149) mengatakan bahwa kebudayaan nasional merupakan puncak -zenit budaya wilayah dan sebagai bukti diri bangsa Indonesia agar nir ditelan sang budaya dunia.
- Inovasi-penemuan Pendidikan. Inovasi-inovasi harus berumber dari hasil output penelitian pendidikan di indonesia, sehingga diharapkan pada akhirnya menciptakan konsep-konsep pendidikan yang bercirikan indonesia.
Sumber: Dirangkum dari aneka macam sumber !
Referensi:
Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda (Suatu Pendekatan Sejarah). Pustaka Jaya. Jakarta.
Munandar, Agus Aris. 1990. Kegiatan Keagamaan pada Pawitra Gunung Suci pada Jawa Timur Abad 14—15. Tesis Magister Humaniora. Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Santiko, Hariani. 1986. “Mandala (Kedwaguruan) Pada Masyarakat Majapahit,” dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi IV, kitab IIb Aspek Sosial Budaya, Cipanas, tiga—9 Maret 1986. Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, laman 304—18.
Winarno, Agung.2019. Pengantar Pendidikan. Malang: Universitas Negeri Malang.
Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan: Sebuah Studi Awal mengenai Dasar-Dasar Pendidikan dalam Umumnya dan Pendidikan pada indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan : Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.jakarta: Rineka Cipta.
Suardi. 2012. Pengantar Pendidikan Teori dan Aplikasi. Jakarta Barat: PT INDEKS.
//tyarmahutasoitregb.blogspot.com/2012/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
//ikadekartajaya.wordpress.com/2013/09/21/landasan-sejarah-pendidikan-pada-indonesia/
//dyahrochmawati08.wordpress.com/2008/11/30/landasan-historis-pendidikan-di-indonesia/.
0 Response to "SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.