PENGETAHUAN DAN PANDANGAN MASYARAKAT MENGENAI KEBERADAAN LINGKUNGAN
Zona bucin----Secara generik masyarakat tradisional pada Indonesia, pada beradaptasi menggunakan lingkungan alam maupun lingkungan sosialnya menggunakan pengetahuan yg diterima menurut pendahulu atau nenek moyang mereka. Pengetahuan tradisional yg dimiliki rakyat, terutama di pedesaan banyak yg berisi makna luas terhadap pemeliharaan lingkungan hayati. Cara-cara menangani, menata dan pelestarian lingkungan secara tradisional itu disebut sebagai kearifan lokal.
Kemampuan menyesuaikan diri manusia kemudian bisa membentuk serta sekaligus menyebarkan cara mengatasi lingkungannya. Hasil pemahaman serta pengalaman tersebut baik berupa keberhasilan maupun kegagalan, secara langsung bisa diketahui faktor-faktor pendukung serta faktor penghambat sebagai imbas tindakan yg dilakukan. Atas dasar pengetahuan inilah akhirnya insan berusaha mengabstraksikan pengalamannya, serta memasyarkatkan cara-cara yang paling tepat dalam mengatasi keserasian lingkungan.
Keunggulan berfikir secara metaforik yang terdapat dalam manusia melahirkan pengetahuan berupa simbol-simbol budaya yg bermakna. Tanpa mengenal simbol yang sudah tersosialisasikan, mansusia mengalami kesulitan pada berkomunikasi dengan warga lainnya. Sebagaimana diyakini aktivitas yang dilakukan sehari-hari nir hanya sekedar bertahan hidup, sebagai akibatnya kemampuan adaptasi harus diserasikan menggunakan kemampuan super organikm, yaitu kebudayaannya.
Keberadaan suatu simbol budaya menciptakan manusia bisa mengungkapkan pengalamannya, baik secara konkret juga tersembunyi kepada sesamanya buat satu generasi yg sama atau pada generasi dan loka yg berbeda. Melalui simbol yg dipahami beserta insan nir perlu lagi mengulangi pengalaman orang lain untuk mengetahui dan tahu akibat berdasarkan sikap serta tindakannya. Berdasarkan itu juga insan bisa menghimpun pengetahuan dan pengalaman sembari memilih sikap dan tindakan yg paling menguntungkan dalam mengikuti keadaan terhadap lingkungannya.
Pada masyarakat Banjar pada Kalimantan Selatan, penataan lingkungan yang harmonis memang terkait pula dengan kearifan lokal yg dimilikinya. Harmonisasi lingkungan sangat ditunjang oleh banyak sekali aspek kehidupan, tidak terbatas pada lingkungan alamiah saja, namun terkait juga menggunakan lingkungan yang telah dibentuk oleh masyarakat Banjar dewasa ini sendiri.
Sekarang terlihat kenyataan penataan lingkungan yang hanya disiasati menurut kemauan dan kemampuan teknologi telah mewujudkan tanda-tanda memburuk pada lingkungan hayati serta sosial. Padahal kemampuan mengikuti keadaan dengan lingkungan tidak boleh mengabaikan keharomisan, maka yang terjadi merupakan pergeseran budaya yang mengakibatkan jua perubahan wujud-wujud kebudayaan. Pergeseran yang terjadi lambat laun akan mengubah nilai-nilai budaya yang terdapat dalam konsep penataan lingkungan yang telah diwariskan secara turun temurun.
Secara teoritis, konsep penataan lingkungan memiliki unsur wujud ideal, wujud sosial, dan wujud material suatu kebudayaan. Wujud-wujud kebudayaan itu bila dihayati dan diamalkan dapat melahirkan pengetahuan budaya. Penataan lingkungan secara tradisional dalam dasarnya diatur serta dilatarbelakangi sang norma tata cara serta kepercayaan suatu rakyat yg sesungguhnya menyimpan kearifan tersendiri buat lingkungannya. Sedangkan penataan lingkungan modern lebih didasarkan dalam fkator penyesuaian menggunakan nilai-nilai baru. Kenyataan ini didukung oleh kemajuan ilmu dan teknologi bahkan perkembangan penataan ruang yg berkembang disiasati sesuai kehendak pelakunya, bukan kepentingan beserta.
Pada masyarakat banjar jaman dahulu atau yg masih menggunakan konsep usang yang diterima pada penyediaan ruang mengacu dalam kebutuhan yang konkret. Misalnya untuk mendirikan tempat tinggal dicari atau dipilih tanah yg posisinya berada di pinggir jalan atau pada tepi sungai guna memudahkan komunikasi dan memenuhi kebutuhan yg diperlukan. Konsep ini tidak terlalu jauh bergeser sepanjang tersedia huma perumahan. Memang semenjak dahulu pendirian tempat tinggal telah mempertimbangkan wahana perhubungan berupa jalan, baik di darat maupun pada sungai. Dengan demikian konsep harmonisasi kehidupan sudah lama adalam pada rakyat.
Selain menentukan lokasi tanah yg tepat buat mendirikan tempat tinggal terdapat hal-hal yg harus diperhatikan. Tanah yg terdapat anai-anainya (rayap) seperti gundukan balambika sangat dihindaridalam pendirian tempat tinggal . Begitu pula dengan tanah dekat kuburan sedapat mungkin dihindari sama halnya bila ada tanaman besar .
Mengapa orang banjar dahulu menghindari membangun rumah pada lokasi sebagaimana disebutkan di atas, karena terdapat suatu kepercayaan penghuni tempat tinggal dekat lokasi tersebut nir tentram, gampang sakit, lantaran gangguan orang halus. Orang tua dahulu mempersepsikan ada lokasi eksklusif yang merupakan kediaman orang halus (gaib). Kalau dipaksakan jua penghuninya mampu tidak serasi atau memperoleh kesulitan serta kesengsaraan hidup.
Untuk menghidari hal-hal yg tidak diinginkan, umumnya lokasi tanah untuk mendirikan tempat tinggal harus disiram banyu yasin (air yang dibacakan surat Yasin). Apabila membangun rumah harus pula menghadap matahari terbit. Dengan demikian arah timur adalah konsep ideal bagi pekarangan depan rumah. Semua itu dilakukan buat kebaikan penghuninya yang diacu menurut krearifan lokal rakyat.
Pada pekarangan tempat tinggal pula ada penataan lingkungan yg diserasikan menggunakan norma atau kepercayaan . Penggunaan atau penataan lingkungan mengacu dalam asas manfaat, sehingga pada pekarangan rumah ada flora kunyit, kumis kucing, raja bangun atau tanaman lain yang disebut apotek hayati. Meskipun demikian terdapat pula sebagian warga yang tidak mau menanam jenis tumbuhan berbuah misalnya kelapa atau jenis asam (mangga), lantaran dipercaya mendatangkan mudarat.
Penataan lingkungan yg kini ini sukar dihindari merupakan penggunaan pagar dari beton atau pagar ulin. Sudah sangat jarang ditemukan pagar tempat tinggal terdiri atas tumbuhan beluntas atau jenis tanaman bunga. Pemanfaatan ruang pekarangan kebanyakan digunakan buat menambah estetika, bukan dalam segi keharmonisan hidup bertetangga. Selain itu memang faktor keamanan dan ekonomi yg sebagai pertimbangan.
Pergeseran budaya yg terjadi dalam kehidupan rakyat sangat memengaruhi penataan lingkungan. Ruang buat anak bermain hampir tidak ditemukan lagi disekitar lingkungan hidup masyarakat seiring menggunakan pergeseran permainan anak itu sendiri. Kalaupun budaya anak buat bermain pada luar tempat tinggal relatif tinggi, terpaksa menggunakan jalan generik ya ada dilingkungan mereka.
Tata ruang yang berkaitan dengan lingkungan hidup sebenarnya telah lama dikenal. Tata ruang di lingkungan masyarakat pada masa kemudian lebih ditekankan buat pengkultusan, religiositas (keagamaan/kepercayaan ) yg dinampakkan pada bentuk monumen kekuasaan serta kekuatan misalnya menciptakan tembok-tembok, candi-candi, patung-patung tokoh legendaris atau patung pembatas misalnya yang terdapat di pedalaman Kalimantan.
Pada perkembangan kini ini tak jarang dikaitkan menggunakan urusan bisnis serta status sosial sebagai cermin kebonafiditasan. Termasuk dalam rapikan ruang lingkungan kehidupan ini merupakan seni periklanan pada sepanjang jalan yang mempromosikan hasil produksi, taman keindahan berupa permainan air, permainan cahaya, komposisi taman, permainan rambu-rambu, serta permainan warna dalam pembangunan. Dengan perkembangan yang demikian itu, lingkungan nir lagi ditata hanya dalam pusat kekuasaan (istana), tetapi juga komplek perdangangan, sentra keramaian, sentra wisata, dan sepanjang jalan umum.
Penataan ligkungan dewasa ini semakin sophisticated dengan ditemukannya teknologi tinggi. Bandingkan jua dulu bahan yang digunakan buat memperindah ruangan berdasarkan batu alam, marmer, dan perunggu yg diperuntukan baig penglihatan siang hari, kini bahannya lebih majemuk seperti neon sign yang bisa dinikmati siang serta malam. Hanya saja sinkron sifat teknologi yg mudah lama menyebabkan tata ruang yg didesain nir perlu tetap.
Tata lingkungan dalam keindahan global luar ini sebagai cikal bakal yg sekarang dikenal menggunakan rekreasi pada alam bebas baig warga kota. Seni yang awalnya terbatas bagi konsumsi golongan ningrat serta orang-orang kaya ini mulai memasyarakat. Benda-benda penghias ruangan rapikan lingkungan diletakan ditempat-loka generik seperti pagar jembatan, taman-taman generik (plaza serta sentra perdagangan). Begitu juga penempatan arsitektur yang hadir di sudut-sudut jalan kota atau pintu gerbang menjadi bangunan umum. Kekhasan arsitektur telah menjadi milik beserta, nir hanya masih ada dalam tempat tinggal -rumah orang kaya tadi.
Penutup
Keberadaan suatu lingkungan yg harmonis selalu dikaitkan menggunakan peradaban kehidupan rakyat. Untuk menata lingkungan yang harmonis sinkron dengan harapan serta hajat beserta dalam rakyat sine qua non kearifan lokal yg sudah dibuktikan manfaat dan kegunaannya. Karena meskipun penataan lingkungan sanggup mengetengahkan karya kreatifitas dan dapat memperindah syarat pemukiman, tetapi semuanya terdapat tempat dan aturannya. Jika tidak disiasati dengan baik, dapat membuahkan pada kerusakan serta ketidak harmonisan.
Demikian artikel singkat tentang pengetahuan serta pandangan warga tentang keberadaan lingkungan, alam konteks kearifan lokal dalam menata lingkungan yang harmonis. Semoga berguna. Terimakasih
* * *
Referensi;
Otto Soemarwoto, 1993, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Jembatan, Jakarta.
Slamet Wrasonjaya, 2005, Seni dlaam Tata Lingkungan Makalah Kongres Kesenian II. Jakarta.
Supardi, 1995, Lingkungan Hidup serta Kelestariannya, Alumni Bandung, Bandung.
0 Response to "PENGETAHUAN DAN PANDANGAN MASYARAKAT MENGENAI KEBERADAAN LINGKUNGAN"
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.